Hal itu disampaikan oleh peneliti INSIST, Dr. Syamsudin Arif ketika mengisi
tausiah di masjid Aqshol Madinah, Pesantren Hidayatullah Surabaya, Jawa Timur,
kamis (09/06/2016).
Mengutip keterangan Imam Ghazali dalam kitab “Al-Arba’in fi Ushuluddin”, dosen
International Islamic University (IIU) Malaysia ini menyebutkan bahwa pada diri setiap manusia terdapat
empat kondisi yang senantiasa berubah-ubah.
Kondisi pertama adalah kondisi taat. Yaitu saat di mana seseorang mudah
dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Dia tidak mendapati kesulitan berarti.
Ketika berada dalam kondisi ini, sikap yang semestinya dilakukan adalah
membuang jauh-jauh perasaan bahwa ketaatan yang kita lakukan disebabkan usaha
kita semata.
“Ketka kita mendapati kemudahan dalam membaca al-quran, mudah dalam
melaksanakan shalat, jangan pikir itu
adalah hasil dari usaha kita. Itu terjadi atas petunjuk Allah. Jadi jangan
bertawakkal kepada amal kita. Kita menyandarkan semua ini kepada Allah.
Sehingga kita tidak merasa ujub dan sombong atas amal-amal kita”, ujar alumni Orientalisches Seminar, Johann Wolfgang Goethe Universitat
Frankfurt, Jerman ini.
Kondisi kedua adalah kondisi maksiat. Penulis buku “Orientalisme
dan Diabolisme Pemikiran” ini
menjelaskan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi durhaka kepada
Allah.. Saat berada dalam kondisi ini, sikap yang benar adalah tidak berputus
asa. Harus optimis dan bersegera memohon kepada Allah.
Adapun kondisi yang ketiga adalah kondisi nikmat. Yaitu ketika berbagai
kenikmatan menghampiri, seperti nikmat sehat, nikmat harta, dan nikmat-nikmat
lainnya. Maka sikap seorang muslim dalam menghadapi kondisi ini adalah
bersyukur.
“Dalam keadaan enak, dalam keadaan senang, maka harusnya bersyukur.
Lainsyakartum laaziidannakum, walain kafartum inna ‘adzaabii lasyadiid”,
ungkapnya sambil mengutip surat Ibrahim ayat 7 yang bermakna, “Jika kalian
bersyukur pasti akan Aku tambah ni’mat-Ku padamu tetapi jika kalian kufur
sesungguhnya adzab-Ku amat pedih”.
Sementara kondisi keempat, kondisi yang terakhir, adalah kondisi susah. Susah karena minimnya harta, ditimpa
penyakit, ataupun lingkungan yang tidak mendukung. Maka sikap yang harus
dilakukan adalah bersabar. Sabar menjadi pilihan utama agar seseorang
tidak mudah berbuat kufur kepada Allah.
“Bersabar itu memiliki makna bertahan dan tetap
istiqomah. Jadi ketika ditimpa kesusahan harusnya bertahan. Jangan sampai
kefakiran berubah menjadi kekufuran”, ujarnya menekankan.
Keempat kondisi ini, jelasnya, selalu bergantian menimpa setiap orang. Maka
kita seharusnya siap siaga dan bersikap yang benar dalam setiap kondisi./luqman hakim